Abdullah Hehamahua
Mantan Penasehat KPK
Masyarakat umum menganggap, korupsi pada waktu orde lama, berlaku di bawah meja. Pada masa orde baru, korupsinya terjadi di atas meja. Namun, pada orde reformasi, mejanya dibawa kabur. Sebab, korupsinya gila-gilaan. Inilah yang disebut sebagai “corruption by greedy,” korupsi karena serakah. Apalagi, Pengusaha yang jadi Penguasa. Penguasa yang jadi Pengusaha. Itulah OLIGARKI.
Dialog di antara Menkopolhukam dan anggota Komisi 3 DPR (29 Maret 2023), sangat penomenal. Sebab, ia merupakan cerminan dari pemahaman, komitmen, dan perilaku dari Pengelola ketiga rezim: Orla, Orba, dan Orde Reformasi.
Hobi Ganti Baju
Rejim Soekarno digantikan Orba. Namun, hanya sebagian kecil pimpinannya, orang Orba. Mayoritas, masih orang Orla. Bukankah Soeharto mantan pembantu Soekarno.? Beliau adalah Panglima KOSTRAD. Namun, PKI yang membunuh para jenderal dan ulama, dibubarkan.
Rezim Soeharto digantikan Orde Reformasi. Mayoritas pejabat dan PNS, tetap orang Orde Baru. Apalagi, pengganti Soeharto adalah Habibie, wakil presidennya. Namun, Golkar sebagai partai penguasa orba, tidak dibubarkan, sebagaimana apa yang dilakukan terhadap PKI. Jangan-jangan, Pengelola orla, orba, dan orde reformasi, berasal dari kelompok yang sama. Mereka yang berideologi sama: kapitalisme, komunisme, dan fragmatisme. Bukan orang-orang yang berpaham Pancasilais dan UUD 45 asli.
Gusdur ketika jadi Presiden, mau membubarkan Golkar. Namun, beliau justru dilengserkan. Rupanya, orang Indonesia itu suka ganti baju. Doyan ganti “casing.” Namun, isinya, itu-itu juga. Mayoritas elit dan politisi Indonesia, hobinya, ganti baju. Jika tidak terpilih dalam Munas, dibentuk partai baru. Tidak dicalonkan jadi caleg, lompat ke partai lain. Itulah yang terjadi di Golkar. Lahir Hanura, Gerindera, Demokrat, Nasdem, dan partai serpihan lainnya. Hal yang sama terjadi di PPP dan PDI.
Indonesia, jika diumpamakan mobil, setiap lima tahun, diganti sopir. Jika sopirnya tidak diganti, STNK yang diperbarui. Mesin mobil tidak pernah diganti. Minimal turun mesin. Wajar, mobil sering mogok. Kalau pun tetap berjalan, mobil tidak gesit. Apalagi, jika sopirnya punya SIM hasil “nembak.”
Tragisnya, tata kelola negara dan pemerintahan kembali ke jaman bahula, Kompeni Belanda. VOC, perusahaan dagang Belanda menjajah Indonesia ratusan tahun. Perkataan lain, Orde Reformasi adalah rejim Pengusaha. Persis seperti VOC. Setelah menguasai perekonomian negara dan masyarakat, mereka masuk istana, senayan, dan seluruh kementerian. Mereka juga masuk ke Pemda. Bahkan, tidak sedikit yang jadi anggota ligislatif. Ada yang bercokol di Senayan. Hal tersebut dibuktikan dengan hampir separuh anggota DPR-RI adalah Pengusaha. Banyak pula yang menjadi anggota DPRD, provinsi dan kabupaten/kota. Mereka disebut OLIGARKI. Penguasa yang Pengusaha. Pengusaha yang jadi Penguasa.
Mahasiswa dan Tritura
PKI, 30 September 1965 menculik enam jenderal dan seorang periwira. Mereka dibunuh secara sadis. Jenazah mereka dimasukkan ke dalam sumur tua di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Mahasiswa unjuk rasa.
KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dibentuk tanggal 22 Oktober 1965. KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) bersama KAMI bergabung dalam Front Pancasila. Pimpinan KAMI, 9 Januari 1966 mengantisipasi kondisi yang mencekam tersebut dengan melakukan pertemuan khusus. Lahirlah rumusan yang kemudian terkenal dengan akronim Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Rumusan ini disusun oleh tiga perwakilan mahasiswa: lsmid Hadad (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia), Saverinus Suwardi (PMKRI), dan Nazaruddin Nasution (Sekjen PB. HMI). Isi Tritura: Bubarkan PKI; Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S; dan Turunkan harga. Putusan strategis lain, dilakukan unjuk rasa, 10 Januari 1966.
Hari itu, 10 Januari 1966. Mahasiswa bereaksi keras terhadap kenaikan harga BBM yang diberlakukan pemerintah pada 26 November dan 3 Januari. Para mahasiswa, di halaman Fakultas Kedokteran, UI, pertama kali mengumandangkan Tritura. Mahasiswa, 12 Januari 1966, berunjuk rasa di halaman gedung DPR-GR. Ikut bersama mereka kesatuan-kesatuan aksi lainnya (KABI, KASI, KAWI, KAGI). Mereka menuntut tiga hal, Tritura Isinya: Pembubaran PKI; Pembersihan Kabinat Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S; dan Penurunan harga.
Gerakan menentang Orde Lama mencapai puncaknya ketika Kabinet Dwikora dilantik, 24 Februari 1966. Mahasiwa memboikot acara tersebut. Sedari subuh, berbagai kelompok mahasiswa memblokir jalanan. Mereka menyetop berbagai kendaraan di wilayah-wilayah strategis ibukota. Bahkan, mengempesi ban-ban. Lalu-lintas lumpuh. Namun, upaya mereka gagal. Pelantikan kabinet baru, berhasil dilakukan. Sebab, sebagian Menteri diangkut dengan helikopter. Bahkan, ada yang datang ke istana dengan jalan kaki atau naik sepeda.
Tengah hari, 24 Februari 1966 itu, mahasiswa semakin banyak berkumpul di depan Istana. Tetiba, terdengar suara peluru yang ditembakkan pasukan Tjakrabirawa. Beberapa pengunjuk rasa luka, cukup serius. Dua orang meninggal: Arif Rahman Hakim, mahasiswa Fak. Kedokteran UI dan Zubaedah, siswi SMA.
Esoknya, jenazah Arif Rahman Hakim diarak secara besar-besaran dari UI sampai Kebayoran. Tembakan salvo dilakukan dalam upacara pemakaman sebagai tanda kehormatan. Soekarno tambah otoriter. Tanggal 25 Februari, KAMI dibubarkan. Unjuk rasa dilarang. Jam malam diberlakukan.
Perjuangan KAMI dilanjutkan para pemuda dan siswa SMA yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI), pimpinan Husni Thamrin, Sekjen Pelajar Islam Indonesia (PII). Mahasiswa UI, 4 Maret 1966 juga membentuk Resimen Arief Rachman Hakim. Fahmi Idris, aktivis HMI, menjadi komandannya. Situasi makin memanas.
Dampak tewasnya Arif Rahman Hakim, 11 Maret 1966, mahasiswa unjuk rasa besar-besaran. Mereka kepung Istana Negara. Tuntutannya, pembubaran PKI. Puncak gerakan mahasiswa ketika berlangsung Sidang Umum Istimewa MPRS, 8 – 11 Maret 1967. Pengunjuk rasa datang dari seluruh Indonesia. Saya, salah seorang anggota Kontingen KAMI – KAPPI Sulsel pimpinan JK, ikut unjuk rasa di Senayan. Tanggal 11 Maret 1967, Soekarno dilengserkan dari jabatan presiden.
Aksi Mahasiswa 1997
Sejatinya, mahasiswa menuntut turunnya harga kebutuhan pokok yang melonjak sejak Juli 1997. Isunya kemudian berkembang. Para mahasiswa lalu meminta MPR agar tidak lagi mencalonkan Soeharto sebagai presiden. Sebab, beliau sudah menjabat selama enam periode. Faktanya, MPR jalan terus.
Hari itu, 12 Mei 1998. Mahasiswa unjuk rasa dengan berjalan dari Univ. Trisakti menuju Gedung DPR/MPR. Polri dan tentara menghalangi para mahasiswa. Tetiba, aparat menembaki para mahasiswa. Tragedi ini menewaskan empat mahasiswa. Dampaknya, unjuk rasa mahasiswa merebak di seluruh Indonesia. Tanggal 13 – 15 Mei 1998, kerusuhan terjadi di Jakarta. Ratusan toko dibakar dan puluhan orang yang meninggal dan hilang.
Puncak gerakan, 18 Mei 1998, sekitar 15.000 mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR. Mahasiswa menyampaikan enam Agenda Reformasi: Mengadili Soeharto dan para pengikutnya; Amandemen UUD 1945; Otonomi daerah seluas-luasnya; Menghapus Dwifungsi ABRI; Hapuskan KKN; dan Menegakkan supremasi hukum.
Klimaksnya, 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB, Soeharto menyampaikan pidato pengunduran diri sebagai Presiden. Apakah Jokowi akan mengalami hal yang serupa dengan Soekarno dan Soeharto.? Tanyakan ke mahasiswa (bersambung) (Depok, 1 April 2023).